SEJARAH PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM
(Pembentukan Dinasty Abbasiyah)
Oleh : Ridwan
A. PENDAHULUAN
Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: الخلافة العباسية, al-khilāfah al-‘abbāsīyyah) atau Bani Abbasiyah (Arab: العباسيون, al-‘abbāsīyyūn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.
Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut Amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulaqu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.[1]
Dengan banyaknya pembahasan dan perkembangan yang terjadi pada masa dinasty Abbasiyah, baik dari segi sejarah terbentuknya, perkembangan dan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan serta kemunduran dan kehancuran dinasty Abbasiyah. Untuk itu, pemakalah hanya akan memfokuskan makalah ini hanya pada aspek sejarah terbentuknya dinasty Abbasiyah. Untuk kesempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan kritikan dan sarannya untuk kesempurnaan.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Berdirinya Dinasty Abbasiyah
Dinasty Abbasiyah mulai terbentuk setelah hancurnya dinasty Umayyah yang disebabkan oleh pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di sekitar ibukota kerajaan yang tersebar dari Palestina hingga Hims. Pemberontakan itu memiliki kesamaan dengan pertikaian antara suku Qays dengan Yaman yang karena di provokasi oleh tokoh-tokoh yang berambisi merebut kekhalifahan berkembang menjadi perang sipil yang dipimpin oleh dua orang pendahulunya Yazid III dan Ibrahim. Yazid memperburuk keadaan karena menyokong ajaran Qadariyah, sementara Ibrahim memimpin kelompok Yaman untuk melawan Yazid. Marwan II yang didukung oleh suku Qays, melakukan kesalahan besar dengan memindahkan bukan saja kediamannya, tapi juga birokrasi negara ke Harran di Mesopotamia, karena dukungan terbesar mereka sebenarnya berasal dari orang Suriah. Selain orang Suriah, pendukung utama Dinasty Umayyah, orang Khawarij di Irak kini mulai memberontak.[2]
Dengan jatuhnya ibukota Khurasan diikuti kemudian pada 749 dengan jatuhnya ibukota Irak, Kufah –tempat persembunyian Abu al-Abbas- yang menyerah kepada para pemberontak tanpa perlawanan berarti. Pada hari Kamis 30 Oktober 749, pengakuan publik diberikan di masjid kepada Abu al-Abbas sebagai khalifah. Dengan demikian, khalifah Dinasty Abbasiyah pertama telah diangkat. Dimana-mana, pasukan berbendera putih dinasty Umayyah dikalahkan oleh pasukan berbendera hitam dinasty Abbasiyah, dan sekutu-sekutunya.[3]
Untuk merebut kekuasaan maka ‘Abdullah ibn ‘Ali (paman dari khalifah yang baru diangkat) memenangkan pertemuran dari perlawanan sia-sia yang diberikan Marwan di sisi kiri Sungai Zab Besar. Atas kemenangan ini maka kota-kota lain yang dikuasai oleh dinasty Umayyah satu persatu jatuh ke tangan dinasty Abbasiyah dengan mudah. Hanya kota Damaskus yang harus dikepung, namun setelah beberapa hari, kota besar itu menyerah pada 26 April 750. Setelah tertangkap dan dibunuhnya sang khalifah maka simbol kekhalifahan diserahkan kepada Abu al-Abbas.[4] Abu al-Abbas mengundang pemuka-pemuka dinasti Umayyah untuk jamuan makan. Ketika jamuan itu berlangsung, sejumlah kurang lebih 80 orang dari bani Umayyah itu dibunuh oleh Abu al-Abbas. Sejak itu ia terkenal sebagai As-Safah, yaitu sang penumpah darah.[5] Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.[6]
Akan tetapi masa pemerintahannya begitu singkat, As-Saffah meninggal (754-775 M) karena penyakit cacar air ketika berusia 30-an. Saudaranya yang juga penerusnya, Abu Ja’far (754-775) yang mendapat julukan Al-Manshur adalah khalifah terbesar Dinasty Abbasiyah. Meskipun bukan seorang muslim yang saleh, dialah sebenarnya, bukan As-Saffah, yang benar-benar membangun dinasti baru itu. Seluruh khalifah yang berjumlah 35 orang berasal dari garis keturunannya.[7]
2. Pemimpin-pemimpin terkemuka dalam Bani Abbasiyah
Masa kejayaan Abbasiyah terletak pada khalifah setelah As-Saffah. Masa keemasan (Golden Prime) Abbasiyah terletak pada 10 khalifah. Hal ini berbeda dengan Badri Yatim, yang memasukkan 7 Khalifah sebagai masa kejayaan Abbasiyah, Jaih Mubarok memasukkan 8 khalifah sebagai masa kejayaan Abbasiyah. Begitu pula Harun Nasution hanya memasukkan 6 khalifah ke dalam kategori sebagai khalifah yang memajukan Abbasiyah.[8]
Kesepuluh khalifah tersebut; As-Saffah (750), al-Manshur (754), al-Mahdi (775), al-Hadi (785), ar-Rasyid (786), al-Amin (809), al-Ma’mun (831), al-Mu’tashim (833), al-Watsiq (843) dan al-Mutawakkil (847).[9]
3. Wilayah Kekuasaan Bani Abbasiyah[10]
Wilayah kekuasan terluas Bani Abbasiyah ,sek 850.
Catatan:
a. k. merupakan tahun kekuasaan
b. Angka, merupakan nomor urut seseorang menjadi khalifah.
c. Nama dengan huruf kapital merupakan khalifah yang berkuasa.
C. PENUTUP
Dinasty Abbasiyah terbentuk setelah hancurnya dinasty Umayyah. Proses terbentuknya dinasty Abbasiyah adalah dengan pergolakan/pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok keturunan Bani Hasyim[13] serta kaum mawali[14]dengan pimpinannya Abu al-Abbas dari keturunan Bani Hasyim. Mereka merasa bahwa Umayyah telah zalim dalam kepemimpinannya, hanya mengagungkan ke-Araban murni, baik khalifah atau pegawai dan rakyatnya sehingga terjadilah semacam kasta dalam negara. Tongkat kepemimpinan Abbasiyah/khalifah dipimpin oleh Abu al-Abbas setelah terbunuhnya Marwan bin Muhammad sebagai khalifah terakhir dari bani Umayyah.
DAFTAR PUSTAKA
Hitti, Philip K., History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present,Terj; R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah diunduh tgl 1 Desember 2013
Nst, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam, Pekanbaru: Badan Penelitian dan Pengembangan Fak. Ushuludin UIN Suska Riau, 2007
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. cet 3
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah diunduh tgl 1 Desember 2013
[2]Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present, Terj; R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006) cet II, h. 355
[5] Syamruddin Nst, Sejarah Peradaban Islam, (Pekanbaru: Badan Penelitian dan Pengembangan Fak. Ushuludin UIN Suska Riau, 2007), h. 65
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah diunduh tgl 1 Desember 2013
[7] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet x, h. 129
[8] Ibid,
[11]Philip K. Hitti, op.cit., h. 230
[13] Bani Hasyim adalah seketurunan dengan nabi Muhammad SAW
[14] Mawali adalah keturunan orang asing atau selain orang arab murni. Lihat Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007). cet 3, h. 49